Cari di Blog Ini

video

Minggu, 30 Januari 2011

SEJARAH TAEKWONDO



PENTINGNYA MEMPELAJARI SEJARAH
     Di bawah ini adalah penggalan dari pidato terakhir Ir. Soekarno sebagai Presiden RI pada 17 Agustus 1966.
     Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggalanya daripada masa yang akan datang!
       Hasil-hasil positif yang sudah dicapai di masa lampau jangan dibuang begitu saja! Membuang hasil-hasil posistif dari masa yang lampau tidak mungkin, sebab kemajuan yang kita miliki sekarang ini, adalah akumulasi daripada hasil-hasil perjuangan di masa yang lampau, yaitu hasil-hasil macam-macam perjuangan dari generasi nenek moyang kita sampai kepada generasi yang sekarang ini! Sekali lagi saya ulangi kalimat ini: Membuang hasil-hasil posistif dari masa yang lampau, hal itu tidak mungkin, sebab kemajuan yang kita miliki sekarang ini, adalah akumulasi daripada hasil-hasil perjuangan-perjuangan di masa yang lampau.
       Seorang pemimpin yaitu Abraham Lincoln berkata, “one cannot escape history”, “orang tak dapat melepaskan diri dari sejarah “. Saya pun berkata demikian! Tetapi saya tambah. Bukan saja “one cannot escape history”, tetapi saya tambah: “Never leave history!” “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!” “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!” Jangan meninggalkan sejarahmu yang sudah!, hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan sejarahmu yang sudah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan, dan lantas engkau menjadi bingung, dan perjuanganmu paling-paling hanya akan berupa amuk, amuk belaka! Amuk, seperti kera terjepit di dalam gelap!
       Dalam pidatoku pada 17 Agustus 1953 telah kunyatakan bahwa kita semua tanpa perkecualian tidak dapat melepaskan diri dari sejarah, sejarah, yang dalam abad ke-20 ini makin nyata dan makin tampak menunjukkan coraknya dan arahnya. Kita bangsa Indonesia, di waktu yang lampau telah benar-benar ikut berjalan dalam corak dan arahnya sejarah itu, sampai akhirnya kita datang kepada tempat yang sekarang ini. Tetapi sejarah tidak pernah berhenti, sejarah selalu berjalan terus dan kita hendak berhenti, kita hendak mengingkari sejarah kita yang lampau, kita hendak “putar haluan”? Mari kita berjalan terus dengan sejarah itu, dan jangan berhenti, sebab siapa yang berhenti toh akan diseret oleh sejarah itu sendiri sama sekali.
       Dengan berpegang terus kepada sejarah itu, maka dengan kekuatan baru, dengan selalu bertambah semngat baru, dengan selalu bertambah mantap dan kokoh keyakinan, bertambah cerah harapan-harapan baru, mari kita menggembleng terus persatuan dan kesatuan, untuk perjuangan kita selanjutnya, “
     Itulah penggalan dari pidato terakhir Ir. Soekarno sebagai Presiden RI pada 17 Agustus 1966. Dalam pidatonya tersebut beliau menegaskan dan menjelakan pentingnya sejarah dan akibatnya dari meninggalkan sejarah. Pidato itu dikenal dengan judul “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah)
       Kesamaan sejarah merupakan salah satu identitas suatu kelompok, masyarakat, bangsa. Dengan berpegang terus kepada sejarah itu, maka dengan kekuatan baru, dengan selalu bertambah semngat baru, dengan selalu bertambah mantap dan kokoh keyakinan, bertambah cerah harapan-harapan baru, mari kita menggembleng terus persatuan dan kesatuan, untuk perjuangan kita selanjutnya, “  tegas Bung Karno. Pidato inilah yang menegaskan dan menjelaskan pentingnya mengingat sejarah.
       Jadi, sejarah merupakan sumber inspirasi dan daya pemersatu yang mengikat suatu kelompok, masyarakat dan bangsa. Sejarah dapat menjadi pengikat semua kekuatan revolusioner dari suatu bangsa, lewat sejarah  kita dapat melihat apa yang menyebabkan segala sesuatu terjadi saat ini, sehingga kita dapat menyimpulkan perjuangan apa yang  harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan dan apa yang harus dihindari dan ditinggalkan yang dapat menyebabkan kegagalan dan kehancuran.
       Bila kita meninggalkan sejarah, maka kita tidak tahu apa yang menyebabkan segala sesuatu terjadi saat ini, kita akan mengalami kebingungan atas apa yang terjadi saat ini dan apa yang seharusnya dilakukan dan ditinggalkan.
        
SEJARAH TAE KWON DO
       Tae Kwon Do yang kita kenal sekarang ini mempunyai sejarah yang sangat panjang, seiring dengan perjalanan sjarah bangsa Korea, dimana bela diri ini berasal. Sebutan Tae Kwon Do sendiri baru dikenal sejak 1954, yang merupakan modifikasi dan penyampurnaan berbagai bela diri tradisional Korea.
Latar belakang sejarah perkembangan Tae Kwon Do dapat dibagi dalam 4 kurun waktu, yaitu : zaman kuno, masa pertengahan, masa modern dan zaman sekarang.

1.  Zaman Kuno
A.  ASAL MULA TAEKWONDO
     Pada dasarnya manusia mempunyai insting untuk selalu melindungi diri dan hidupnya, Hal ini sengaja atau tidak akan memacu aktifitas fisiknya sepanjang waktu. Dalam tumbuh dan berkembang, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan atau gerakan fisiknya, kapan pun dan dimana pun. Pada zaman kuno manusia tidak memikirkan cara lain untuk mempertahankan dirinya kecuali dengan tanagn kosong. Hal itu secara alamiah mengembangkan teknik-teknik bertarung dengan tangan kosong. Pada saat itu, kemampuan bertarung dengan tangan kosong dikembangkan sebagai cara untuk menyerang dan bertahan, kemudian digunakan untuk membangun kekuatan fisik sseorang bahakan menjadi pertunjukkan publik dalam acara-acara ritual. Manusia mempelajari teknik-teknik bertarung dari pengalaman melawan musuh-musuhnya. Inilah yang diyakini menjadi dasar seni bela diri Tae Kwon Do di Korea yang kita kenal sekarang.  Pada masa lampau seni bela diri ini dikenal dengan beberapa nama, seperti “subak”, “taekkyon”, “takkyon”, maupun beberpa nama lainnya. Pada awal sejarah semenanjung Korea, ada tiga suku bangsa atau kerajaan yang mempertunjukkan kontes seni bela diri pada acara ritual mereka. Ketiga kerajaan ini saling bersaing satu sama lain, ketiganya adalah Koguryo, Paekje, dan Silla. Semuanya melatih para ksatria, yang tergabung dalam kekuatan militer, saat itu mereka menjadi warga negara dengan kedudukan yang sangat terpandang. Menurut catatan, kelompok ksatria muda yang terorganisir seperti Hwoarangdo di Silla dan Chouisonnin di Koguryo, menjadikan latihan seni bela diri sebagai salah satu subyek penting yang harus dipelajari. Menurut sebuah buku tentang seni bela diri yang disebut Muye Dobo Tongji menyebutkan: “Seni pertarungan tangan kosong (Tae Kwon Do) adalah dasar bela diri yang membangun kekuatan dengan melatih tangan dan kaki hingga menyatu dengan tubuh agar dapat bergerak bebas leluasa, sehingga dapat digunakan menghadapi situasi yang kritis, berarti Tae Kwon Do dapat digunakan setiap saat.”



B.  “SONBAE” KOGURYO DAN TAEKKYON

 
Gambar di atas adalah lukisan dinding yang ditemukan pada langit - langit kuburan kerajaan Muyong - chong jaman dinasti Koguryo, yang menggambarkan 2 orang yang sedang mempraktekkan beladiri ( Taekwondo kuno )

Koguryo yang berdiri 57 tahun sM di Semenanjung Korea bagian Utara, membentuk kesatuan para ksatria tangguh yang disebut Sonbae, yang artinya laki-laki yang bersifat baik dan tak pernah takut dalam berperang. Dalam buku sejarah disebutkan bahwa saat dinasti Chosun kuno memerintah, tanggal 10 Maret setiap tahunnya pada hari raya Koguryo, masyarakat merayakannya dengan acara kontes tarian pedang, memanah, subak (taekkyon) dan sebagainya. Kontes Subak (Taekkyon), sebutan untuk Tae Kwon Do pada masa itu merupakan salah satu kegiatan yang sangat populer. Penemuan beberapa lukisan di dinding makam pada masa Koguryo yang menggambarkan dua orang yang saling bertarung dalam sikap taekkyon (Tae Kwon Do), hal ini membuktikan bahwa seni bela diri yang sekarang kita kenal sebagai Tae Kwon Do telah dipraktekkan sejak 2000 tahun yang lalu di Semenanjung Korea. 
C.   “HWARANG” SHILLA DAN TAEKKYON
Kerajaan Shilla berdiri pada tahun 57 sM di tenggara Semenanjung Korea. Secara geografis kerajaan ini tidak terancam dari luar, tetapi dengan berdirinya Kerajaan Pakje di sisi barat dan serbuan awl Koguryo dari utara, Kerajaan Shilla mempersenjatai diri dengan meningkatkan kemampuan seni bela diri yang berkembang saat itu.
 

Gambar di atas adalah patung 2 ksatria yang sedang dalam pose / sikap beladiri Kumgang Yoksa, yang terdapat pada gua Sokkuram di Kyongju, yang berasal dari abad ke 7.

Hwarangdo adalah tipe bela diri dari Shilla yang merupakan asimilasi sistem bela diri Sonbae dari Koguryo. Anggota-anggota Hwarang berlatih keras dengan semboyannya yang terkenal, yaitu bakti kepada orang tua, setia pada kerajaan/negara, serta berkorban bagi bangsa dan masyarakat. Pada zaman itu hidup dua orang yang bernama Kim Yu Sin dan Kim Chun Chu. Mereka adalah orang-orang yang memberikan sumbangan besar bagi penyatuan tiga kerajaan di Semenanjung Korea. Dalam sebuah catatan peristiwa, dinasti Chosun melukiskan kehidupan parab Hwarang, sebutan bagi para ksatria yang mempelajari Hwarangdo. Para Hwarang diseleksi oleh kerajaan dan setelah itu mereka hidup dan berkumpul dalam kelompok menurut apa yang mereka pelajari, seperti berlatih hwarangdo (bentuk bela diri Tae Kwon Do kuno), bermain pedang, berkuda dan bergulat gaya Korea. Di waktu damai Hwarang bekerja melayani masyarakat, membantu dalam keadaan darurat, dan membangun jalan serta benteng, sementara saat berperang mereka selalu siap mengorbankan hidup mereka. Hwarang sangat dipengaruhi oleh disiplin agama Budha. Di Kyonju Museum sangat jelas ditunjukkan bahwa seni bela diri ini dipraktekkan di kuil-kuil. Hal itu digambarkan dengan adegan laki-laki yang tampak kuat dalam sikap menyerang dan bertahan dengan tangan kosong. Sikap yang ditampilakan yang sangat menarik adalah sikap kumgang yoksa yang sama dengan sikap kumgang makki dalam bela diri Tae Kwon Do (Poomse Kumgang) sekarang ini.
D.  TAEKKYON DARI KOGURYO KE SHILLA
Seni bela diri Taekkyon yang populer di Koguryo, ternyata terdapat juga di Shilla. Hal itu terbukti dengan :
1.     Hwarang di Shilla mempunyai arti kata yang sama dengan Sonbae di Koguryo jika ditinjau darib segi etimologi.
2.    Keduanya memiliki sistem organisasi dan hierarki yang sama.
3.    Menurut catatan sejarah, Sonbae di Koguryo di gunakan dalam kompetisi Taekkyon pada perayaan nasional. Sementara itu, Hwarang di Shilla juga memainkan Taekkyon dalam perayaan nasional. Ini  menunjukkan perkembangan sistematis teknik bela diri dari yang kuno ke Taekkyon yang menjadi dasar bela diri di Korea sekitar 200 tahun sesedah Masehi.
Mulai abad keempat sesudah Masehi, Seni Bela Diri ini makin memasyarakat dan berkembang melalui sekolah/perguruan seni bela diri dengan berbagai kelompok teknik tangan kosong dan kaki.

2.  MASA PERTENGAHAN
     Pada zaman Dinasti Koryo (918 sampai 1392 Masehi), ketika penyatuan Semenanjung Korea dan Shilla, Taekkyon berkembang sangat sistematis dan merupakan mata ujian penting untuk seleksi ketentaraan. Teknik Taekkyon tumbuh menjadi senjata yang efektif untuk membunuh. Pada permulaan Dinasti Koryo tersebut, kemampuan bela diri menjadi kualifikasi untuk merekrut personel ketentaraan sebab kerajaan membutuhkan pertahanan kuat setelah penaklukan seluruh Semenanjubg Korea. Kemampuan bela diri Taekkyan juga sangat menentukan pangkat seseorang dalam ketentaraan. Raja-raja pada Dinasti Koryo juga tertarik dengan kontes Taekkyon yang disebut Subakhui, yang populer juga di masyarakat dan dijadikan ajang perekrutan tentara. Namun pada akhir pemerintahan Dinasti Koryo, ketika penggunaan senjata api mulai dikenal, dukungan terhadap kemajuan bela diri berkurang jauh.

3.  MASA MODERN
     Pada masa Korea modern, saat Dinasti Yi berkuasa pada tahun 1392 sampai 1910 Masehi dan pada zaman pemerintahan Jepang sampai tahun 1945, subakhui dan Taekkyon (sebutan untuk Tae Kwon Do pada saat itu) mengalami kemunduran dan tidak mendapat dukungan dari pemerintah yang memodernisasi tentaranya dengan senjata api.
Dinasti Yi yang didirikan berdasarkan ideologi Konfusius (Konghuchu), lebih mementingkan kegiatan kebudayaan dari pada seni bela diri.
Kemudian saat Raja Jungjo memerintah setelah invasi Jepang pada tahun 1952, pemerintah kerajaan membangun kembali pertahanan yang kuat dengan memperkuat latihan ketentaraan dan praktek seni bela diri.
Sekitar periode ini, terbit sebuah buku tentang ilustrasi seni bela diri yang diberi judul Muye Dobo Tongji, yang memuat gambar-gambar dan ilustrasi yang menyerupai bentuk atau sikap (Poomse) dan gerakan dasar Tae Kwon Do sekarang, namun tentunya hal ini tak dapat diperbandingkan begitu saja dengan Tae Kwon Do saat ini yang telah dimodernisasi dengan penelitian yang berdasarkan ilmu pengetahuan modern (scientific Studies). Akan tetapi, saat penjajahan Jepang semua kesenian rakyat dilarang, termasuk Taekkyon untuk menekan rakyat Korea. Seni Bela Diri Taekkyon hanya diajarkan secara sembunyi oleh para master bela diri sampai masa kemerdekaan pada tahun 1945.

4.  WAKTU SEKARANG
     Seiring dengan kemerdekaan Korea dari penjajahan Jepang, konsep baru tentang kebudayaan dan tradisi mulai bangkit. Banyak para ahli seni bela diri mendirikan sekolah atau perguruan bela diri. Dengan meningkatnya populasi dan hubungan kerja sama yang baik antar perguruan bela diri, akhirnya diputuskan menyatukan berbagai seni bela diri mereka dengan nama Tae Kwon Do pada tahun 1954
       Pada 16 September 1961, Tae Kwon Do sempat berubah menjadi Taesoodo, namun kembali menjadi Tae Kwon Do dengan organisasi nasionalnya yang bernama Korea Tae Kwon Do Association (KTA) pada tanggal 5 Agustus 1965. Organisai ini menjadi anggota Korean Sport Council ( Komite Olahraga Nasional-nya Korea). Pada era 1965 sampai 1970an, KTA banyak menyelenggarakan berbagai acara pertandingan dan demonstrasi untuk berbagai kalangan pada skala nasional. Tae Kwon Do berkembang dan menyebar ke berbagai kalangan, hingga diakui sebagai disiplin ilmu dan program resmi oleh Pemerintah Nasional Korea dan menjadi olah raga wajib bagi tentara dan polisi. Tentara Nasional Korea yang berpartisipasi dalam perang Vietnam ddibekali keahlian Tae Kwon Do. Pada saat itulah Tae Kwon Do mendapat perhatian besar dari dunia. Nilai lebih inilah yang membuat Tae Kwon Do dinyatakan sebagai olah raga nasional Korea.
       Pada tahun 1972, Kuk Ki Won didirikan sebagai markas besar Tae Kwon Do, hal ini menjadi penting bagi pengembangan Tae Kwon Do ke seluruh dunia. Kejuaraan dunia Tae Kwon Do yang pertama diadakan pada tahun 1973 di Kuk Ki Won, Seoul, Korea Selatan. Sampai saat ini kejuaraan dunia rutin dilaksanakan setiap 2 tahun sekali.
       Pada 28 Mei 1973, The World Tae Kwon Do Federation (WTF) didirikan dan sekarang telah mempunyai lebih dari 160 negara anggota. Saat ini Tae Kwon Do telah dipraktekan oleh lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia, angka ini masih terus bertambah seiring dengan perkembangan Tae Kwon Do yang makin maju dan populer. “Saat ini Tae Kwon Do adalah bela diri terbesar dan olah raga paling disiplin di seluruh dunia” ( dikutip dari pidato mantan Ketua Pengda DKI Sutjipto Lohardjo pada penutupan salah satu kejuaraan Junior & Pra Junior di Jakarta).
       Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas instruktur Tae Kwon Do di seluruh dunia, Kuk KI Won membuka Tae Kwon Do Academy yang mulai tahun 1998 telah membuka program pelatihannya bagi instruktur Tae Kwon Do di seluruh dunia.
       Tae Kwon Do telah dipertandingkan di berbagai pertandingan multi event di seluruh dunia. Pada Olympic Games 1988 di Seoul, Tae Kwon Do telah dipertandingkan sebagai pertandingan eksibisi dan pada Olympic Games 2000 di Sidney telah dipertandingkan sebagai cabang olahraga resmi.

Kuk Ki Won sebagai markas Tae Kwon Do dunia, di sinilah pusat penelitian dan pengembangan Tae Kwon Do, pelatihan para instructur, sekretariat promosi ujian tingkat Internasional

5.  SEJARAH SINGKAT TAE KWON DO INDONESIA
     Tae Kwon Do mulai masuk dan berkembang di Indonesia pada tahun 1970an, dimulai oleh aliran Tae Kwon Do yang berafiliasi ke ITF (International Tae Kwon Do Federation) yang pada waktu itu bermarkas di Toronto, Kanada. Aliran ini dipimpin dan dipelopori oleh Choi Hong Hi. Kemudian berkembang juga aliran Tae Kwon Do yang berafiliasi ke WTF (The World Tae Kwon Do Federation) yang berpusat di Kuk Ki Won, Seoul, Korea Selatan dengan Presiden saat itu Dr. Un Yong Kim
       Pada waktu itu, kedua aliran ini masing-masing mempunyai organisasi di tingkat nasional, yaitu Persatuan Tae Kwon Do Indonesia (PTI) yang berafiliasi ke ITF dipimpin oleh Letjen Leo Lopolisa dan Federasi Tae Kwon Do Indonesia (FTI) yang berafiliasi ke WTF dipimpin oleh Marsekal Muda Sugiri.
       Atas kesepakatan bersama dan melihat prospek perkembangan dunia olah raga di tingkat nasional maupun internasional, Musyawarah Nasional Tae Kwon Do pada tanggal 28 Maret 1981 berhasil menyatukan kedua organisasi Tae Kwon Do tersebut menjadi organisasi baru yang disebut Tae Kwon Do Indonesia yang berkiblat ke WTF. Organisasi ini dipimpin oleh Leo Lopolisa sebagai ketua umumnya, sedangkan strutur organisasi nasionalnya disebut PBTI (Pengurus Besar Tae Kwon Do Indonesia) dan berpusat di Jakarta. Munas Tae Kwon Do Indonesia I pada tanggal 17-18 September 1984 menetapkan Letjen Sarwo Edhie Wibowo (Alm) sebagai Ketua Umum Tae Kwon Do Indonesia periode 1984-1988, maka era baru Tae Kwon Do Indonesia yang bersatu dan kuat dimulai.
       Selanjutnya, Tae Kwon Do Indonesia sempat dipimpin oleh Soewono, Hasudiyono Hartas, Letjen TNI (Mar) Suharto, dan sekarang oleh Letjen TNI (Purn) Erwin Sudjono, SH.
Kini Tae Kwon Do Indonesia telah berkembang di seluruh propinsi Indonesia dan diikuti aktif oleh lebih dari 200.000 anggota, angka ini belum termasuk yang namanya belum tercatat di PBTI karena belum diurusnya sertifikat oleh Club-club Tae Kwon Do di Indonesia.
       Tae Kwon Do juga telah dipertandingkan sebagai cabang olah raga resmi PON.  Beberapa atlit yang pernah berjaya membela negara di event Internasional antara lain adalh Budi Setiawan, Rahmi Kurnia, Siauw Lung, Lamting, Yeni Latif, Dirk Richard, di masa 1986 sampai dengan 1993. Pada generasi berikutnya antara lain adalh Yuana Wangsa Putri yang berhasil meraih medali emas di beberapa even internasional, Rosandi (dari Moners Club, Abay), Ika Dian Fitria yang berhasil meraih medali emas di kejuaraan Dunia Yunior pada November 2000, pada Sea Games 2007 salah satu atlit putri Indonesia berhasil menyumbangkan medali emas untuk Kontingen Indonesia, dan baru-baru ini pada awal November 2008 TimNas Tae Kwon Do Indonesia berhasil meraih 3 medali emas di Kejuaraan Dunia Tae Kwon Do yang diselenggarakan di Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

1.     Tae Kwon Do poomse Tae Geuk, Sabeum V. Yoyok Suryadi, Jakarta, 2003
2.    AKTUALISASI, Pidato terakhir Bung Karno, Jangan Sekali-kali meninggalkan sejarah, Roso Daras, Jakarta, Mei 2001




Tidak ada komentar:

Posting Komentar